SOSOK Hayati Zega
SOSOK
Hayati Zega
OLEH IMAN SETIA HAREFA
Hayati
zega, warga Namohalu Kecamatan Namohalu Esiwa, Kabupaten Nias Utara, ini
merupakan seorang ibu yang usianya sudah 64 tahun yang berhasil membawa keluar
anak-anaknya dari desa yang terpencil dengan sukses dengan berbagai profesi.
Tentu saja itu semua tidak terlepas dari usaha seorang ibu mendidik
anak-anaknya dari kecil sampai sukses.
“Mungkin
saja mereka tidak sukses sekarang ini jika saya tidak setiap pagi membangunkan
mereka dengan suara keras, cerewet dan kadang saya siram pakai air serta pukul
alat-alat di dapur biar mereka bangun untuk sekolah” katanya sambil tertawa
terkekeh-kekeh sehinga terlihat giginya yang masih utuh, Senin pekan lalu. Pada
tahun 90-an di Nias masih sangat susah perekonomian dan bahkan pendidikan
sangat sulit di jangkau karena selain jarak, jalan rusak menjadi penghambat
serta fasilitas sekolah yang tidak mendukung. Dulu bagi orang Nias, bekerja
lebih penting dari pada sekolah namun bagi seorang ibu ini, sekolah adalah yang
terpenting selain bekerja.
Dengan
nada serius Hayati mengatakan bahwa selain cerewet dan rawel tiap pagi, sabar
dan berusaha merupakan hal yang paling penting untuk dimiliki seorang ibu dalam
mendidik anak. “Kalau saya memanjakan anak-anak saya sejak dari kecil, mungkin
mereka tidak sesukses ini. Saya juga tentu saya sayang kepada mereka tapi kasih
sayang itu terletak pada cara kita mendidik mereka” kata Hayati dengan mata
yang berkaca-kaca. Ia menambahkan bagaimana cara menyeimbangi antara tegas dan
kasih sayang. Ternyata ibu yang kuat dan tegas ini memiliki hati yang lembut
atau gampang mencucurkan air mata. “Bagaimana tidak, kadang mereka membuat saya
menangis karena tingkah laku mereka, ke-10 mereka itu telah saya rasakan
berbagai tingkah dan karakter mereka, hanya saya tidak menyerah” sambil
mengoleskan sebuah kain di pipinya. Ternyata kesabaran lebih dibutuhkan dari
cerewet seorang ibu ini.
Seorang Penjahit Anak
Petani
Hayati,
yang dulunya seorang anak petani di Hiliana’a yang memiliki 6 saudara masih
bergulat terus sampai sekarang di perkebunan, cita-citanya yang ingin sekolah
telah di hambat oleh ayahnya untuk bekerja atau membantu di kebun dan sawah.
Akhirnya dia memilih untuk menjadi seorang yang menjahit pakaian. “Model
jahitan sekarang berbeda dengan dulu, kalau dulu itu sangat mudah dan tidak ada
hiasan-hiasan seperti sekarang ini” katanya sambil tertawa pelan. Dia juga
pernah menjahit seragam lomba paduan suara dan berbagai jenis pakaian pada masa
itu namun itu tidak bertahan lama semenjak dia menikah dengan seorang laki-laki
yang sangat dia cintai yaitu Faozaro Harefa. Pekerjaannya berubah menjadi
seorang petani dan ibu rumah tangga. Awalnya mereka tinggal di Afulu dan
setelah berbagai pertimbangan bersama akhirnya mereka pindah ke Namohalu. Di
Afulu, mereka sudah mempunyai anak 8 orang dan di Namohalu 2 orang sehingga
mereka mempunyai 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.
Ocehan seorang ibu ini sudah menjadi
makanan anak-anaknya setiap pagi, dipaksa sekolah karena dia tau nasib
anak-anaknya akan sama seperti dia jika tidak dipaksa untuk sekolah yang
jauhnya 8 km dari rumah. “Kadang mereka mencaci maki saya karena mereka di
paksa setiap hari, tapi saya hanya menangis di perjalanan menuju kebun sambil
bertanya, apakah saya gagal menjadi seorang ibu?” katanya sambil mengambil foto
anak ke-2 yang dipajang dekat lemari. “Anak ini juga saya pernah tangisi karena
dia merantau dan tidak pernah balik selama beberapa tahun, saya masih ingat
pada malam hari bersama anak saya yang ke-9” katanya sambil menunjuk foto
anaknya itu. Ternyata di Nias sangat susah mencari uang pada saat itu karena
pada masa krisis pada tahun 90-an sampai 2000-an. Harga pohon getah pada saat
itu masih 2.500/kg. Sedangkan mereka harus mencari uang makan dari pohon getah
yang dijual sekali seminggu pada hari sabtu. Dulu dia berpikir bahwa menjadi
seorang ibu adalah hal yang biasa, namun kali ini dia berubah pikiran, “tenyata
menjadi ibu tidak lebih dari seorang yang mau anak-anaknya berhasil” ujarnya
sambil mengunyah sirih.
Jasmani
dan Rohani
“Saya
tidak menyesal memberi makan anak-anakku
sebuah ubi, daun singkong dan makanan-makanan kampung, saya malah lebih
bangga mereka makan makanan itu, mereka saat ini gemuk-gemuk, tidak cacat, dan
sehat” katanya sambil tertawa. Seorang ibu yang cerewet ini ternyata sangat
memperhatikan akan jasmani anak-anaknya walaupun mereka kurang bersyukur akan
makanan itu. “Biasanya mereka curi uang suamiku kalau mereka
Sukses itu Dimulai dari
Kita
Konsep
sukses menurut ibu ini sangat berbeda dari yang lain, jika yang lain berkata
bahwa sukses itu ketika kita menikmati seluruh hasilnya namun ibu ini berbeda,
“cita-citaku menjadi guru tidak tercapai namun anakku lebih dari guru, itu
artinya saya sukses menyukseskan mereka” katanya dengan mata yang berkaca-kaca.
Tentang kesuksesan memang berbeda-beda setiap orang, bagi ibu ini kesuksean
adalah cerewet yang membuat anaknya menjadi sukses. Dia memulai dari dirinya sendiri
untuk menyukseskan orang lain dengan kata lain cita-citanya dia salurkan kepada
anak-anaknya. “Saya sangat senang telah menyelesaikan tugas saya sebagai
seorang ibu, dan telah melihat cucu-cucuku yang imut-imut, itu sudah cukup bagi
saya” ujarnya sambil tertawa kecil. Hayati sudah diminta oleh 7 orang anaknya
untuk berhenti bekerja di ladang namun dia memilih untuk tetap bekerja di
ladang. “Bekerja di ladang sudah menjadi pekerjaan yang dari dulu, saya pernah
ada di rumah anakku di Jakarta namun saya gk bisa hidup jika saya di rumah
terus, saya ingin bergerak menikmati alam, saya gak tau kenapa tapi saya tetap
memilih untuk di kampung” ujarnya, seorang ibu ini sudah menjadi seorang petani
yang sejati dengan tidak meningalkannya walaupun banyak tawaran, dia tetap
memilih hidup sederhana karena alam sudah ada dalam hati dan pikiranya. Cerewet
dan kemarahanya hanya sebatas harmoni dalam rumah tangga dan harmoni kehidupan
kepada anak-anaknya. “Biasa itu dalam kehidupan, kalau tidak ada pahit, manis
pun tidak menjadi enak, dan jika tidak ada manis, pahitnya pu tidak menjadi
enak, itu sama dengan kemarahan seorang ibu dan kerawelannya menjadi sebuah
pemanis dalam kehidupan” ujarya. Ibu ini berhasil membuat anaknya memegang
berbagai profesi seperti penjahit, pengusaha, karywan di perusahaan dan
sebagian yang masih ada di bangku sekolah. Melalui seorang ibu inilah,
perjalanan anak-anaknya berhasil. “Hidup berbicara tentang melakuka yang
terbaik meskipun peran kita berbeda-beda” ujarnya sambil tersenyum.
😔😔😔😔
BalasHapus